Dirilis pada akhir Mei 1970
MEMBANGUN TENTARA MERAH
Apakah
babi-babi tersebut yakin bahwa kami akan membiarkan kamerad Baader
berdiam di penjara untuk dua atau tiga tahun? Apakah babi-babi tersebut
yakin kami akan berbicara mengenai pengembangan perjuangan kelas,
re-organisasi proletariat, tanpa mempersenjatai diri pada saat yang
sama? Apakah babi-babi tersebut yang pertama kali menembak, yakin bahwa
kami akan membiarkan diri kami yang tanpa kekerasan ditembaki seperti di
rumah jagal? Siapapun yang tidak mempersenjatai dirinya akan mati.
Mulailah perlawanan bersenjata! Bangun Tentara Merah!
Red Army Fraction
Mei 1970
Statement Final Mengenai Bubarnya Red Army Fraction ‘Baader-Meinhof’
Dirilis tanggal 20 April 1998
GERILYA KOTA TINGGAL SEJARAH…
Hampir
28 tahun yang lalu, pada tanggal 14 Mei 1970, RAF secara resmi telah
lahir sebagai sebuah bentuk dari aksi pembebasan, dan hari ini kami
menyatakan bahwa kami mengakhiri proyek tersebut. Gerilya kota yang
telah menjadi sikap dan dasar dari RAF telah menjadi sejarah. Kami,
yaitu semua yang telah menjadi bagian dari organisasi ini hingga saat
terakhir, telah mengambil langkah ini secara bersama-sama. Mulai kini,
kami, seperti juga semua yang tergabung dalam asosiasi ini adalah
anggota-anggota yang militan dari RAF. Kami berpijak pada sejarah kami
dimana RAF adalah salah sebuah usaha revolusioner dari sekelompok kecil
orang-orang untuk menolak dan melawan tendensi-tendensi tatanan
mayarakat saat ini dan berkontribusi dalam melawan kapitalisme. Kami
bangga telah menjadi bagian dari usaha tersebut walaupun pada akhirnya
proyek ini memperlihatkan kepada kami bahwa kami tidak akan mungkin
meraih sukses dengan menggunakan jalur ini.
Tetapi hal ini
bukanlah penentangan kami terhadap revolusi. RAF adalah merupakan
keputusan kami untuk memilih berdiri disamping rakyat dalam perjuangan
melawan dominasi kapitalisme demi kemerdekaan seluruh dunia. Bagi kami,
keputusan yang kami buat ini adalah benar. Ancaman hukuman penjara
ratusan tahun bagi para anggota-anggota RAF yang tertangkap tidak
menjadikan kami takluk ataupun membuat kami menyerah. Kami tetap
menginginkan sebuah konfrontasi dengan kekuatan dari para penguasa. 27
tahun yang lampau kami bertindak sebagai subyek dari konfrontasi
tersebut, dan hingga saat inipun kami tetap berpijak bahwa kami harus
tetap menjadi subyek. Bagaimanapun hasilnya, RAF -seperti juga semua
organisasi grass-roots yang masih berdiri hingga saat ini- tidaklah
lebih dari sebuah fase transisi dalam jalur menuju kebebasan yang
sesungguhnya. Setelah era perang dan fasisme, RAF membawa sesuatu yang
baru kepada masyarakat yaitu: sebuah momen dimana kita dapat mempertajam
kontradiksi antara proletar dengan tatanan sistem yang secara
sistematis telah menjadi subyek dan mengeksploitasi proletar sebagai
obyek dari struktur tersebut dimana proletar diciptakan dan dipaksa
untuk berperang melawan sesama proletar.
Sebuah perjuangan dalam
tatanan sosial, yang telah menempatkan kami sebagai oposisi, yang telah
mendorong kebebasan sosial-politik beberapa langkah ke depan. Dan momen
ini adalah saat kami mengambil saat untuk memilih keluar dari sistem,
sebuah sistem yang menempatkan profit sebagai subyek dari segalanya dan
menempatkan proletar sebagai obyek. Kami bergerak berawal dari
penolakan, kepada penyerangan, hingga menuju kebebasan.
Tumbuhnya RAF Dari Secercah Harapan Akan Sebuah Kemerdekaan
Berlatar
belakang dari tindakan-tindakan para gerilyawan dari daerah selatan
melawan penduduk yang kaya raya di daerah utara, RAF muncul sebagai
sebuah solidaritas pada pergerakan kebebasan dengan menggunakan taktik
dan strategi perjuangan yang serupa. Di seluruh dunia, jutaan orang
telah terlibat dan mengambil pilihan dalam perjuangan resistansi dalam
usahanya meraih kemerdekaan dan melihatnya sebagai sebuah kesempatan
bagi diri mereka sendiri. Di berbagai tempat di dunia ini, perjuangan
bersenjata adalah salah satu harapan untuk tercapainya kemerdekaan.
Begitupun di Jerman, ratusan orang telah menempatkan diri mereka dalam
perjuangan bersenjata dari organisasi militan seperti Second Of June
Movement, Revolutionary Cells (RZ), RAF dan juga Rote Zora. RAF muncul
sebagai hasil dari diskusi-diskusi ratusan orang di Jerman yang mulai
berpikir tentang perjuangan bersenjata sebagai jalan menuju kemerdekaan
pada akhir tahun 1960 dan awal tahun 1970. RAF mengambil bagian dalam
perjuangan melawan negara, sebuah negara yang tak akan pernah berubah
dengan sistem sosialis nasionalnya yang muncul mengikuti fasisme partai
Nazi. Perjuangan bersenjata adalah sebuah pemberontakan bersenjata
melawan penguasa, melawan alienasi dan kompetisi. Perjuangan tersebut
adalah pemberontakan demi tercapainya sebuah tatanan nyata dari sosial,
politik maupun budaya. Dalam eforia dari usaha-usaha global untuk
tercapainya kebebasan, sudah saatnya bagi sebuah perjuangan yang tegas
untuk secara serius mengangkat senjata dan merubah strategi dan taktik,
serta tidak lagi hanya menerima legitimasi pseudo-natural dari sistem
yang berlaku.
Era 1975 - 1977
Dengan aksi pendudukan
kedutaan Jerman di Stockholm tahun 1975, RAF meluncurkan sebuah fase
selama waktu yang dianggap mungkin untuk membebaskan tapol/napol dari
penjara. Aksi pertama kami yang dinamai “1977 Offensive” (Serangan 1977)
dilakukan, dimana anggota-anggota RAF menculik Schleyer. RAF mengambil
sikap untuk mempertanyakan struktur kekuasaan negara. Hal ini mulai
menjadi sebuah sikap yang radikal dan tegas dalam usahanya untuk
menyudutkan negara melalui posisi sebagai penyerang bagi kaum leftist
revolusioner, melawan kekuasaan negara. Dan sudah sangat jelas bahwa
negara akan berusaha untuk menghalangi usaha tersebut. Konflik yang
meningkat secara cepat, walau bagaimanapun, kemudian juga berkontradiksi
dengan latar belakang sejarah Jerman: yaitu terus berlangsungnya
Nazisme di negara Jerman Barat, dimana kami memerangi hal tersebut
dengan sangat ofensif. Schleyer, yang pernah menjabat sebagai anggota
pasukan SS pada waktu rezim Nazi masih berkuasa penuh, seperti juga
sisa-sisa Nazi yang masih ada di semua tingkatan masyarakat, mendapat
kemudahan untuk kembali bekerja di kantor-kantor pemerintahan justru
karena negara merasa berkewajiban untuk menghormati apa-apa yang pernah
dia lakukan pada masa kejayaan Nazi. Kaum Nazi membangun karir bagi
sisa-sisa anggotanya di Jerman Barat dengan menempatkan mereka pada
posisi-posisi penting pada jabatan-jabatan di kantor pemerintahan, dalam
kantor-kantor pengadilan negara, dalam aparatus kepolisian, dalam
jabatan militer, media massa dan dalam perusahaan-perusahaan besar
nasional. Sisa-sisa para anti-semit, rasis dan para pembantai di era
Nazi dan juga orang-orang yang seharusnya bertanggung jawab atas banyak
pembantaian pada era tersebut, justru kembali menjadi elit-elit pemegang
kekuasaan. Schleyer-pun semenjak akhir era kejayaan Nazi bekerja
bersama-sama dengan para kapitalis Jerman untuk berusaha membentuk
sebuah region ekonomi Eropa yang akan berada dibawah dominasi Jerman.
Kaum
Nazi menginginkan Eropa untuk berada dibawah kekuasaan mereka dengan
cara berjuang melalui sistem industri dan penanaman modal. Dengan
demikian, mereka ingin mengakhiri perjuangan kelas dengan cara
memanfaatkan buruh-buruh berkebangsaan Jerman dan juga buruh-buruh yang
dapat “menjadi seperti seorang Jerman”, serta kemudian memasukkan mereka
kedalam masyarakat. Dengan seakan sudah terbebasnya rakyat dari fasisme
rezim Nazi, hal tersebut sebenarnya justru mengilusi kesadaran rakyat
dari kenyataan bahwa sebenarnya tak akan pernah ada kebebasan di bawah
sistem kapitalisme. Setelah tahun 1945, Schleyer bekerja untuk
menggolkan kepentingan-kepentingan yang sama dengan pada waktu era Nazi
tetapi melalui bentuk yang lebih modern. Bentuk modern ini datang pada
tahun 1970 dengan model sosial-demokrat. Sebagai kepala bagian industri
negara, Schleyer kembali melanjutkan pembangunan sebuah sistem yang
memandulkan setiap pergerakan resistansi sosial –sebagai contohnya,
antara lain dengan cara memenjarakan para aktifis buruh atau dengan cara
mengintegrasikan dan memberikan kontrak-kontrak jaminan keamanan.
Integrasi
ini bertujuan untuk memasukkan sebanyak-banyaknya buruh berkebangsaan
Jerman ke dalam segala sektor masyarakat. Disaat yang sama, para buruh
imigran dikurangi jatah fasilitasnya di berbagai tempat kerjanya dan
lebih dieksploitasi dalam berbagai bidang garapannya, hal ini jugalah
yang menimbulkan bencana kelaparan di daerah-daerah pemukiman kaum
imigran. Kontinuitas dari sistem yang oleh Schleyer terapkan –di tahun
1970 dengan model sosial-demokrat– adalah sebuah momen penting dalam
pembangunan dan pemapanan Republik Federasi Jerman.
Represifitas
Pada Setiap Suara Yang Kritis Dan Meningkatnya Tapol/Napol — Teknik
Reaksioner Yang Sama Dengan Yang Diterapkan Oleh Kaum Nazi.
Aksi
dari “1977 Offensive” mempertegas bahwa masih ada sebagian elemen rakyat
yang tidak terintegrasikan dan terkontrol oleh sistem. Setelah kaum
Nazi mengeliminir setiap resistansi, aksi-aksi dari kelompok-kelompok
gerilya kota setelah tahun 1968 kembali kepada perjuangan kelasnya dan
tidak lagi berintegrasi dengan kekuatan pemerintah manapun. Kasus
penculikan Schleyer tidak membuat negara menjadi panik, tetapi hal ini
justru memperkuat reprsifitas yang diberikan kepada siapapun yang
mengekspresikan perbedaan pandangannya dengan sistem negara yang
kemudian dinyatakan dalam keadaan darurat. Negara memerintahkan semua
media massa untuk mengikuti jalur perkembangan dari Crisis Staff (badan
negara yang bertugas saat negara dinyatakan dalam keadaaan darurat),
dimana hampir semua media massa menyetujui hal tersebut untuk
menghindari konfrontasi yang beresiko besar dengan tatanan sistem.
Kaum
intelektual, yang telah diketahui oleh semua orang bahwa mereka tidak
bersimpati kepada gerakan RAF, tetap mendapat perlakuan represif dari
negara untuk menghindarkan sikap kritis dari mereka yang akan berefek
menyebarnya dukungan terhadap RAF. Anggota-anggota dari Crisis Staff,
dengan beberapa diantaranya merupakan wakil dari kaum militer,
menerapkan cara yang sama dengan cara yang pernah Nazi gunakan –walaupun
memang kaum Nazi lebih brutal dalam penerapannya– untuk menghapuskan
setiap tindak perjuangan anti-fasis dan anti kapitalis. Dibawah rezim
Nazi maupun di tahun 1977, negara menerapkan kebijakan-kebijakan yang
tidak menyisakan pilihan diantara memberikan loyalitas dan rasa
patriotisme kepada negara atau memilih untuk mendapat tindak represif.
Saat
negara gagal untuk memaksa RAF mengembalikan Schleyer, negara kemudian
mengambil kebijakan untuk membiarkannya dan menggantikan kedudukan
Schleyer. Saat mencium akan adanya kecenderungan tersebut, kami
memberikan aksi mengejutkan lainnya dengan membajak sebuah pesawat
penumpang sipil dalam sebuah aksi gerilya yang merupakan bagian dari
taktik penyerangan kami. Hal ini semakin menjelaskan bahwa RAF tidak
berasosiasi dengan siapapun baik itu golongan dari sektor pemerintahan
oposisi maupun dari sektor masyarakat –dimana keputusan RAF untuk
mengklaim bahwa RAF bukanlah merupakan aksi rakyat kebanyakan adalah
agar negara mengurangi represifitasnya pada orang-orang yang dianggap
tidak bersalah. Walaupun tuntutan-tuntutan kami yang menginginkan agar
semua tapol/napol di Jerman –yang hampir semuanya ditangkap atas
aktifitasnya menentang penempatan eks-Nazi dalam kursi-kursi
pemerintahan– untuk dibebaskan terlihat mulai menemui titik terang,
dimensi perjuangan revolusi sosial justru tidak lagi bertambah jelas.
Dari 1970 Hingga 1980
Kami
telah mempertaruhkan segalanya dan menderita berbagai kekalahan yang
berat. Selama proses perjuangan mereka hingga akhir tahun 1970, telah
tampak bahwa RAF tinggal menyisakan beberapa orang saja yang berasal
dari periode awal di tahun 1968. Banyak anggota-anggota RAF dari
pergerakan awal tahun 1968 telah menyerah dari pergerakan politik dan
menggunakan sisa kesempatan mereka untuk membangun karir dan kembali
kepada masyarakat biasa. RAF, sebagai bagian dari perjuangan
anti-imperialis global, telah mengangkat senjata demi tercapainya
kebebasan di Jerman Barat. Tahun 1977 telah memperlihatkan bahwa
bagaimanapun juga RAF yang tidak termasuk kepada kekuatan politik
oposisi legal maupun kekuatan militer, telah menciptakan situasi perang
domestik kepada kekuatan neo-Nazi dan anti-kapitalis anti-imperialis.
Sudah saatnya bagi kami untuk membuka lembaran baru dalam usaha
perjuangannya untuk mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya.
Pengalaman
dari kekalahan kami di tahun 1977 telah membuktikan bahwa kami harus
menggunakan strategi dan taktik baru selain menggunakan taktik gerilya
kota cara kami. Telah dibutuhkan sebuah konsep baru untuk perjuangan
menuju kemerdekaan. Kami membutuhkan sebuah basis baru yang bersedia
bergabung dalam perjuangan sebagai segmen-segmen radikal dari pergerakan
resistansi yang telah terbit diakhir tahun 1970an, yaitu basis massa
rakyat. Tetapi konsep pembentukan front rakyat terhambat karena
berbenturan dengan dasar pergerakan dari RAF di tahun 1970an. Aksi-aksi
bersenjata nyatanya tetap menjadi fokus utama mereka dalam proses
revolusioner yang dilihat sebagai sebuah perang demi sebuah kemerdekaan.
Pembentukan Front Anti Imperialis Di Tahun 1980an
Di
sekitar tahun 1980an, terjadi beberapa perjuangan langsung melawan
proyek-proyek yang tidak manusiawi dari sistem, perjuangan tersebut juga
mengekspresikan pencarian akan sebuah bentuk baru dari tatanan
kehidupan yang bebas. Sebuah revolusi sosiallah yang akan memperlihatkan
sebuah kenyataan sosial baru, saat ini juga. Ribuan orang dari
gerakan-gerakan baru tersebut turun ke jalan-jalan dalam tahun 1980
untuk memprotes hal-hal yang sama dengan apa yang RAF pernah berusaha
serang sejak tahun 1979, yaitu: kebijakan militer dari negara-negara
NATO, yang akan memungkinkan negara-negara Barat untuk membiayai
berbagai perang secara simultan, perang melawan Soviet Union dan, dalam
saat yang sama, seperti juga perang yang berupa intervensi melawan
gerakan pembebasan dan revolusi, seperti di Nikaragua, dimana telah
ditempuh satu langkah ke depan menuju pembebasan dari kediktatoran
Barat.
RAF berasumsi bahwa kami tidak akan sendirian selama fase
tersebut. Konsep yang ada dipenuhi dengan harapan bahwa sektor-sektor
militan dari berbagai gerakan akan bergabung dalam sebuah front. Tetapi
konsep ini gagal saat mendapati bahwa dalam proses membentuk sebuah
situasi sosial, hanya beberapa orang saja yang dapat melihat hasil-hasil
yang bisa dicapai bila dalam sebuah perjuangan menuju kebebasan
ditempuh dengan cara setingkat level perang. Perjuangan menuju
kebebasan, dimana momen sentralnya adalah perang, hanya mungkin apabila
terdapat kekuatan-kekuatan dalam massa yang bergerak menuju ke arah itu
–setidaknya dalam bentuk elemen radikal dari sebuah gerakan.
Tetapi
hingga bagi mereka yang telah melakukan aksi solidaritaspun –yang
memang sangat sedikit jumlahnya– sama sekali tidak berpikiran mengenai
perjuangan setingkat pemikiran dari RAF dalam benak mereka. Sebuah
perang gerilya membutuhkan sebuah ekspansi pada perspektif massa hingga
semuanya –setidaknya sebagian besar massa– ke tahap pemikiran dalam
level perjuangan bersenjata. Hal ini sangatlah esensial dari penerapan
taktik gerilya tersebut, sementara RAF tidak mampu untuk menerapkan hal
tersebut. Gagasan RAF dengan taktik perjuangan bersenjatanya, dalam
point-point penting perjuangan telah menempatkan proses perubahan
politik dan budaya menjadi seakan kurang penting. Pada akhirnya,
pembentukan front tetap tidak dapat menghilangkan batasan antara sebuah
gerakan massa dengan gerilya.
Di tahun 1980, RAF beroperasi
dengan asumsi bahwa sebuah revolusi sosial akan mungkin apabila
dilakukan serangan-serangan dalam inti strutur kekuasaan dari
imperialisme. Dengan pendekatan seperti ini, politik-politik yang
dilakukan oleh RAF menjadi semakin abstrak. Hal ini malah memisahkan apa
yang seharusnya berada dalam satu konteks menjadi dua konteks yaitu:
anti-imperialis dengan revolusi sosial. Konteks revolusi sosial
menghilang dari teori-teori dan praksis dari RAF. Orientasinya menjadi
sekedar membuat barisan anti-imperialis yang dalam hasilnya adalah
pembentukan front anti imperialis. RAF bukan menjadi sebuah jawaban bagi
pertanyaan-pertanyaan sosial. Inilah yang menjadi kesalahan fundamental
bagi RAF.
Gema yang ditimbulkan dalam massa tetap terbatas,
karena usulan untuk membentuk sebuah kesadaran dalam massa dan mendorong
timbulnya kontradiksi pokok antara massa proletar dengan negara –sebuah
momen sentral dari setiap proses revolusioner– telah menghilang. Selain
bahwa RAF terlihat berusaha menghancurkan kontrol yang didominasi
negara dengan meningkatkan intensitas serangan-serangannya, prioritasnya
meningkat dalam dimensi militer. Penekanan tersebut tetap berlanjut
selama tahun 1980an dan itulah yang mendefinisikan perjuangan RAF.
Kami
melakukan serangan-serangan melawan proyek-proyek NATO seperti
komplek-komplek industri penting milik militer, bersama-sama dengan
grup-grup gerilya lainnya di Eropa Barat; sebagai sebuah usaha
menggabungkan semuanya kedalam satu Front Gerilya Eropa Barat, dimana di
dalamnya tergabung RAF, Action Directe di Perancis, dan Red
Brigades/PCC di Italia. RAF berkonsentrasi –sekuat kemampuan mereka–
dalam menyerang proyek-proyek NATO dan setelah 1984, menyerang formasi
dari kekuatan baru blok-blok barat dari negara-negara Eropa Barat. Yang
menjadi fokus serangan tetaplah disesuaikan dengan kekuatan kami yang
terbatas dan yang sesuai dengan identifikasi RAF. Usaha-usaha untuk
membentuk sebuah front dengan grup-grup lain dari perjuangan resistansi
diatas ternyata tidak terealisasikan. Dengan demikian maka front yang
sedang dibangun itu hancur, karena terlalu banyak energi yang dihabiskan
hanya untuk memutuskan bagaimana membuat front dengan benar. Selama
usaha pembentukan front ini, terjadi pemapanan di sisi kami sendiri yang
sama karakternya dengan mendemonstrasikan politik yang lebih kecil
resikonya, memapankan politik lama, bukannya membuat sebuah politik
baru, hal ini jelas sangat berseberangan dengan usaha menuju kearah
kebebasan.
Dan ini adalah juga merupakan waktu dimana RAF dan
mereka yang telah tertangkap, mengabaikan berbagai kesulitan dan tetap
tak mau menyerah, memperlihatkan bagaimana kami tetap bertahan tidak
termoderasi oleh berbagai keadaan dan tetap berkomitmen untuk membuat
sebuah kondisi melawan kekuatan penguasa. Hal ini memberikan harapan
yang baik bagi mereka yang menginginkan perjuangan melalui kolektifitas
dan kebersamaan dalam melawan isolasi dan alienasi yang terbentuk dalam
tatanan masyarakat.
Perjuangan mereka yang ditahan melawan
isolasi penjara dan demi bergabungnya mereka semua kembali, demi
perjuangan, demi harkat dan martabat dan demi kebebasan, yang juga sama
dengan apa yang telah sejak lama pernah dilakukan oleh banyak orang,
adalah sesuatu yang dapat dengan mudah dikenali oleh banyak orang. Sikap
non-kompromis dari RAF dan mereka yang ditahan melawan kekuatan
penguasa tampak sangat jelas dihadapan para penguasa yang telah berusaha
menekan setiap perjuangan menuju kehidupan baru yang bebas.
Kami, Yang Hampir Sebagian Besar Sangat Terlambat Berorganisasi Dalam RAF…
…bergabung
dalam harapan bahwa perjuangan kami dapat mengkontribusikan sebuah
masukan baru bagi revolusi global dalam merubah kondisi saat ini. Kami
membawa perubahan bagi perjuangan menuju kebebasan, sebagai sebuah jalan
baru dimana kami dapat menggabungkan diri kami dengan mereka yang
berada di jalan lain. Dan kami ingin memberikan sesuatu bagi mereka yang
telah berjuang sebelum kami, dan bagi mereka yang telah gugur atau
dikirm ke penjara. Perjuangan dengan taktik ilegal telah secara atraktif
memberikan efek yang jelas kepada kami. Kami ingin menghancurkan batas
yang menghalangi kami untuk bebas dari apapun yang telah mengikat kami
dengan sistem.
Perjuangan bersenjata yang memang jelas-jelas
ilegal, bagi kami, tidak lebih sebagai sebuah jalan yang cocok dan
sangat mungkin dalam sebuah proses menuju kebebasan. Tetapi juga,
terlebih lagi dalam menanggapi krisis gerakan leftist di seluruh dunia,
kami ingin menggunakan gerilya kota sebagai sebuah kemungkinan dan
membuatnya tetap ilegal sebagai sebuah proses menuju kebebasan. Tapi
kami juga sadar bahwa kami sendiri sangatlah tidak cukup. Taktik gerilya
sendiri, juga merupakan sesuatu yang harus terus berubah, berevolusi.
Harapan kami adalah untuk dapat membuat garis baru antara taktik gerilya
dengan taktik berbagai sektor lain yang merupakan gerakan resistansi di
tengah-tengah massa. Untuk merealisasikan hal ini, kami mencari sebuah
proposal baru, dimana semua perjuangan dari berbagai bentuk hingga
perjuangan gerilya dapat berdiri bersama-sama.
Hal Itu Sangat
Penting Bagi Kami, Menyusul Runtuhnya Jerman Timur, Untuk Membawa
Perjuangan Kami Sejalan Dengan Situasi Sosial Yang Baru.
Kami
ingin untuk mengambil langkah untuk berkorelasi dengan mereka yang
mimpinya berakhir dengan hancurnya DDR dan penggabungannya dengan Jerman
Barat. Sebagian telah melihat kenyataan bahwa ‘sosialisme yang
benar-benar eksis’ bukanlah pembebasan sama sekali. Sedangkan sebagian
lainnya, yang menjadi bagian dari oposisi bagi sosialisme yang
benar-benar eksis di Jerman Timur, telah memimpikan mengenai sesuatu
yang berbeda baik itu dari kapitalisme maupun dari sosialisme yang
benar-benar eksis. Banyak orang yang tinggal di DDR dan mereka yang
menuntut reunifikasi dengan Jerman Barat mulai mempelajari sesuatu yang
baru, sebuah situasi sosial yang tertekan lengkap dengan seluruh jaminan
keamanan yang secara drastis eksis.
Kami ingin berhubungan
dengan orang-orang tersebut, selama situasi historis yang sangatlah
tidak jelas bagi semua orang, yang telah berjuang demi pembebasan dalam
konfrontasinya dengan negara Jerman Barat dan juga dengan mereka yang
telah dijejali dengan kemapanan reaksioner yang benar-benar rasis dalam
Jerman timur yang sudah tidak eksis lagi. Kami tidak ingin membuat
orang-orang tersebut menjadi golongan sayap kanan atau juga menyepelekan
mereka. Kami melihat bahwa dimensi ini dapat berubah dan diselesaikan
dengan sebuah proyek baru yang bersifat pembebasan internasionalis
dimana semua kenyataan yang ada baik itu di Jerman Timur ataukah di
Jerman Barat akan saling berhubungan. RAF, yang memiliki akar sejarah
dalam gerakan perlawanannya di Jerman Barat, tidak dapat menerima hal
ini.
Usaha Untuk Membangkitakan Kembali RAF Pada Tahun 1990 Adalah Sebuah Proposal Yang Tidak Realistis
Kami
ingin mentransformasikan sebuah konsep yang terbit pada gerakan tahun
1968 kepada konsep internasionalis dan berwawasan revolusi sosial
sebagai sebuah bentuk yang baru disesuaikan dengan kondisi obyektif
dalam tahun 1990an. Saat inilah waktu dimana kami mencari sesuatu yang
baru, tetapi masih terikat oleh dogma-dogma dari tahun-tahun terakhir.
Kami tidak menjadi seradikal seperti saat kami mulai dulu. Karenanya
kami telah membuat kesalahan yang sama yang pernah kami lakukan di tahun
1977: kami mengharapkan secara berlebihan dukungan untuk melanjutkan
perjuangan dengan cara ini ini.
Secara fundamental, adalah
berbahaya apabila taktik perjuangan bersenjata didiskreditkan sementara
pada saat yang sama tidak pernah sama sekali diterangkan bagaimana
sebuah perjuangan bersenjata dapat memperkuat perjuangan menuju
pembebasan. Sangatlah perlu untuk melihat kembali pada issue ini dalam
konteks yang lebih dapat dipertanggung jawabkan karena hampir selalu
perjuangan-perjuangan bersenjata didiskreditkan –walaupun situasinya
berbeda, karenanya perlu lagi sebuah penerangan mengenai hal tersebut.
Krisis yang terjadi, saat kami yang tersisa mencapai batasnya pada tahun
1980an dan mulai berpencar sedikit demi sedikit, membuat kami terpaksa
memutuskan untuk berusaha membuat jaringan terhadap RAF kepada beberapa
proyek yang merupakan sebuah proposal yang sangat-sangat tidak
realistis. Kami sudah terlalu terlambat –walaupun untuk sekedar
mentransformasikan RAF kedalam bentuknya yang baru setelah sebuah
periode refleksi. Kritik dan oto-kritik tidaklah bertujuan untuk
mengakhiri sesuatu, tetapi lebih kepada memperkuat sesuatu yang telah
ada. Pendeknya, akhir dari RAF bukanlah sama sekali merupakan hasil
akhir dari proses kami mengkritisi diri dan mempertimbangkan kritik yang
ada serta refleksinya, tetapi lebih merupakan karena pemikiran bahwa
hal tersebut memang perlu, karena konsep RAF tidak mencakup
elemen-elemen baru yang penting dan berguna dimana sesuatu yang baru
dapat muncul.
Saat kami memperhatikan segmen ini melalui sejarah
kami pada khususnya bersamaan dengan proses sejarah pad umumnya, usaha
untuk membuat RAF kembali menjadi sebuah proses politis yang kuat, lebih
merupakan sebuah perpanjangan saja dari sesuatu yang pada perpsektifnya
memang sudah seharusnya berakhir. Kami perlu untuk melihat kenyataan
bahwa bentuk-bentuk perjuangan, diatas semua hal tersebut, tetaplah
memiliki konsep-konsep lama. Tidak ada artian-artian baru, sesuatu yang
mungkin dapat menawarkan sebuah prespektif alternatif bagi masyarakat
kelas pekerja dan kondisi ekonomi yang berorientasi pada akumulasi modal
yang jelas sangat tidak manusiawi. Sebuah perspektif alternatif sebagai
sesuatu yang dapat dijadikan fondasi bagi perjuangan pembebasan masa
depan yang dapat menyatukan rakyat bersama.
Mengikuti kekalahan
yang diderita pada tahun 1993, kami tahu bahwa kami tidak dapat berjalan
seperti saat kami dulu bermula, dan dengan demikian kami
mengistirahatkan perjuangan kami pada tahun 1992. Kami yakin bahwa kami
telah memiliki tujuan yang benar dengan apa yang kami yakini, tapi kami
telah melakukan beberapa kesalahan taktis yang sangat serius. Kami ingin
memikirkan lagi hal ini sekali lagi berbarengan dengan mereka yang ada
di penjara, untuk kemudian mengambil sebuah langkah baru. Tetapi pada
akhirnya, adalah sangat menyakitkan saat sebuah kelompok narapidana
politik dari anggota-anggota kami yang memisahkan diri, kemudian
mendeklarasikan bahwa kami adalah musuh, yang dengan demikian menghapus
kondisi penting yang dulu telah membuat RAF bertahan, yaitu solidaritas
dan perjuangan secara kolektif.
Proses Pembebasan Diri Kami Sendiri…
…adalah
sesuatu hal yang penting bagi kami, juga karena kami selalu terlihat
menjadi stagnan. Kami memiliki hasrat kolektif sebagai sebuah hasrat
untuk menembus batas dan bentuk-bentuk alienasi. Tetapi kontradiksi
antara perang dan pembebasan seringkali diabaikan dan tidak pernah kami
bicarakan sama sekali. Perang revolusioner juga menghasilkan alienasi
dan struktur pemerintahan, yang jelas merupakan kontradiksi bagi
kebebasan. Melihat hal tersebut, seharusnya hal tersebut tidak dilihat
sebagai pemapanan sebuah struktur, melainkan sebagai sebuah kemungkinan
untuk timbulnya sebuah kesadaran. Disisi lain tanpa mengatakan bahwa
sebuah struktur pemerintahan yang baru akan muncul, dapat dikatakan
bahwa harus adanya penguatan baik dalam segi politik maupun dalam
hubungan personal. Fakta menunjukkan sendiri hal tersebut dalam
kejadian-kejadian saat struktur hirarkis dari front anti imperialis pada
tahun 1980 yang seringkali berubah serta kecenderungan munculnya
struktur pemerintahan selama perpecahan pada tahun 1993. Dan hal itu
juga menunjukkan bagaimana melalui pemikiran-pemikiran dan
analisa-analisa mainstream, dimana dalam sejarahnya, RAF malahan
mendorong mereka yang berjuang disini bersama kami tidak lagi melihat
adanya tujuan untuk menuju kepada sebuah revolusi total.
Adalah Sebuah Kesalahan Strategis Untuk Tidak Membentuk Organisasi Sosial-Politik Bersamaan Dengan Organisasi Bersenjata Ilegal
Tak
ada fase dalam sejarah kami yang meraup pemikiran bahwa organisasi
politis seharusnya ada bersamaan dengan perjuangan politis-militan yang
bersenjata. Konsep dari RAF hanya melihat perjuangan bersenjata yang
terfokuskan pada penyerangan-penyerangan yang bersifat politis-militan.
Dalam communique-communique formatif dari RAF pada pertengahan tahun
1970an, pertanyaan-pertanyaan penting seperti ini tidak pernah diekspos
sama sekali. Secara khususnya di Jerman, belum pernah ada
pengalaman-pengalaman sebelumnya mengenai taktik gerilya kota. Berbagai
hal dilakukan dan dipelajari langsung melalui aksi-aksi dimana kesalahan
dan kegagalan kami sadari secara langsung.
Setidaknya, tidak
pernah terdapat sebuah orientasi yang menuju pada pertanyaan yang timbul
tersebut, entah itu bahwa bagaimana sebuah gerakan menuju pembebasan
dapat dimapankan melalui sebuah organisasi ilegal dan perjuangan
bersenjata ataukah bahwa pembangunan gerakan gerilya harus bersamaan
dengan pembangunan struktur politis yang bermula sebagai sebuah proses
yang mendasar. Bulan Januari 1976, beberapa kamerad kami yang tertangkap
dan dipenjara, pernah menulis mengenai hal ini, menyatakan bahwa hanya
sebuah perjuangan bersenjata ilegallah yang dapat menjadi oposisi nyata
bagi imperialisme.
Konsep yang diajukan pada bulan Mei 1982 juga
memapankan posisi ini, mengesampingkan semua kontradiksi serta fakta
bahwa hal tersebut adalah usaha untuk menemukan sebuah asosiasi politik
berbarengan dengan orang lain. Karena konsep ini pulalah maka tidak
pernah terjabarkan bagaimana sebuah perjuangan bersenjata seharusnya
berada di pusat metropolis. Aktifitas politik yang muncul dari
terbentuknya front mengkomunikasikan penyerangan dalam struktur radikal
para leftist.
Kekurangan sebuah organisasi politik selama lebih
dari 20 tahun menghasilkan semakin melemahnya proses politis secara
berkesinambungan. Aksi-aski politis-militan di metropolis selama
beberapa dekade terakhir hanyalah merupakan pra-kondisi untuk konsep
ini. Strategi dasar RAF adalah pada sebuah perjuangan bersenjata, dalam
berbagai cara yang berbeda selama fase tersebut, tetapi tak ada point
dimana aksi-aksi militan dapat menuju kepada: bahwa aksi tersebut adalah
pilihan taktis dari strategi pembebasan yang komprehensif. Kelemahan
ini juga yang mengarah kepada fakta bahwa organisasi kami tidak dapat
mentransformasikan dirinya setelah melalui dua dekade. Pra-kondisi untuk
menempatkan fokus dari perjuangan dalam level politik –yang merupakan
apa yang kami ingin lakukan pada tahun 1992– tidak tercapai. Tetapi pada
akhirnya, jelas sekali bahwa hal tersebut menghasilkan kegagalan
strategis yang sangat fundamental.
Kurangnya organisasi
sosial-politik adalah kesalahan fatal bagi RAF. Hal tersebut bukanlah
satu-satunya kesalahan, tetapi itulah alasan terpenting mengapa RAF
tidak dapat menjadi proyek pembebasan yang semakin kuat, dan pada
akhirnya pentingnya pra-kondisi yang terlupakan adalah untuk membangun
sebuah gerakan perjuangan yang mengarah kepada pembebasan, satu hal yang
dapat memiliki pengaruh yang kuat dalam ruang lingkup sosial. Kesalahan
juga terdapat pada konsepnya sendiri, seperti contohnya, bahwa
bagaimana sejarah RAF sebenarnya juga memperlihatkan bahwa konsep RAF
tidak relevan lagi dalam proses pembebasan di masa depan.
Akhir
Dari RAF Datang Bertepatan Dengan Masa Dimana Seluruh Dunia
Berkonfrontasi Dengan Efek-Efek Dari Neo-Liberalisme — Perjuangan
Internasional Melawan Pemindahan, Alienasi, Dan Bagi Sebuah Tujuan Dan
Kenyataan Sosial Yang Berbeda Secara Fundamental Sebagai Sebuah Oposisi
Bagi Seluruh Kemapanan Kapitalisme
Hubungan sosial yang bersifat
kedalam maupun yang bersifat global memperkuat turbulansi bagi pemapanan
sejarah yang diikuti oleh berakhirnya sosialisme nyata yang eksis.
Meskipun demikian, hal tersebut bukanlah merupakan sebuah kontradiksi
bagi kami untuk menghentikan proyek kami ini disaat kami masih melihat
kebutuhan bahwa apapun yang berguna dan mungkin harus dilakukan sehingga
sebuah dunia tanpa kapitalisme dapat datang, sebuah dunia dimana
emansipasi bagi manusia dapat direalisasikan.
Mengingat efek yang
menghancurkan dari runtuhnya sosialisme nyata yang eksis di seluruh
dunia, dan kemiskinan dari jutaan rakyat di daerah-daerah ex-Uni Soviet,
sangatlah tidak cukup pada hari ini berbicara mengenai berbagai
kesempatan yang dibawa dengan berakhirnya sosialisme nyata yang eksis.
Meskipun demikian, kami juga menemukan bahwa pembebasan yang nyata
tidaklah mungkin dibawah model dari sosialisme nyata yang eksis. Adalah
mungkin untuk menggariskan konsekwensi dari pengalaman
anti-emansipatoris dengan konsep sosialisme nyata yang eksis yang penuh
dengan birokrasi negara dan bersifat otoriter, sehingga ditemukan jalur
pembebasan di masa depan.
Dengan runtuhnya sosialisme nyata yang
eksis, kompetisi diantara sistem yang ada turut berakhir, yang berarti
bahwa para pendukung sistem kapitalis merasa tidak perlu lagi untuk
membuat sistem mereka jadi tampak ‘lebih baik’. Dalam ketiadaan
pengecekan secara ideologis pada para pemodal, sebuah proses
pengglobalan kapitalisme telah dihasilkan, yaitu bahwa segala bentuk
kemanusiaan ditujukan hany bagi kepentingan para pemodal.
Neo-liberalisme adalah fondasi ekonomi ideologis bagi seluruh dunia yang
didorong ke depan melalui optimalisasi dan evaluasi masyarakat dan alam
demi kepentingan pada pemodal. Para representatif dari sistem ini
menamakan hal ini sebagai ‘reformasi’ atau ‘modernisasi’.
Sudah
semakin jelas bahwa pemapanan sistem saat ini akan membawa sebagian
besar umat manusia kedalam kesulitan eksistensial dan sosial. Bagi
mayoritas terbesar rakyat di dunia ini, neo-liberalisme membawa dimensi
baru yang mengancam kehidupan mereka. Dalam perjuangan demi hegemoni
politik dan kekuatan ekonomis, hanya bentuk ekonomi-ekonomi yang dapat
bertahan adalah yang dapat meningkatkan kapasitas melalui
korporasi-korporasi yang menjadi segmen masyarakat yang lebih kecil.
Efek samping dari sistem ini mengarah kepada perubahan mendalam dalam
kondisi masyarakat.
Secara jauh ke depan, hal tersebut akan
meningkatkan kemiskinan dan kebrutalan hingga pada jauh ke depannya lagi
akan dijumpai perang dan barbarianisme. Jika kepentingan ekonomi
politik ada pada urutan pertama dari segala kepentingan, bangsa-bangsa
yang kaya akan berintervensi dalam konflik dengan perang yang mereka
ciptakan sendiri dalam kepentingan untuk melindungi akses tak terbatas
pada bahan baku di seluruh dunia ini dan memapankan kedudukan mereka
yang memegang tampuk kekuatan. Mereka tidak akan pernah peduli bagaimana
mereka akan menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam
masyarakat, mereka akan memilih untuk mengontrol kehancuran dimana
sistem mereka akan menggerakkan semua keuntungan kepada hanya sebagian
kecil masyarakat saja.
Hal ini bukanlah sebuah kontradiksi,
melainkan lebih merupakan sebuah bagian dari sistem yang logis dimana
korporasi transnasional dan multinasional akan mendapat kekuatan yang
lebih besar daripada sebelumnya, dengan keuntungan yang jauh lebih besar
daripada sebelumnya, dalam fase sistem politik yang menciptakan krisis
di seluruh dunia, memilah-milahkan masyarakat, dan memiskinkan
sektor-sektor terbesar dari massa dan memakmurkan sejumlah kecil
masyarakat yang tinggal di metropolitan yang tinggal jauh dari
sumber-sumber bahan baku.
Dalam paradoksnya, kesuksesan dalam
memaksimalisasikan keuntungan oleh para pemodal dan runtuhnya berbagai
bentuk sosial berarti juga memaksa kapitalisme hingga titik batasnya.
Kemapanan mereka sendiri justru terancam bahaya diatas segalanya, dimana
juga dihasilkan barbarianisme yang mencolok. Dari pemapanan sistem
tersebut, proses negatif akan berlanjut, hingga suatu saat dimana sebuah
proposal menuju pembebasan yang dapat mengajak kekuatan-kekuatan baru
bersama-sama menggulingkan sistem yang ada sekarang ini. Tetapi hari
ini, tidak hanya kekalahan historis yang tertinggal bersama dengan
kekerasan hubungan sosial yang mengglobal, tetapi juga terdapat
gerakan-gerakan pemberontakan yang dapat menggariskan berbagai
pengalaman perlawanan dalam sejarah global.
Dalam pemapanan yang
bersifat global, kapitalisme, yang juga terdapat di metropolis, berusaha
membeli kedamaian sosial yang disebut sebagai ‘welfare system’. Dimana
bagaimanapun juga sebagian besar segmen masyarakat termarginalkan karena
tidak lagi dibutuhkan proses produksi di pusat-pusat metropolis.
‘Kekuatan dunia’ dan ‘welfare state’ tidak dapat lagi eksis dibawah satu
atap. Di Eropa sebagai contohnya, ‘welfare state’ yang lama menjadi
terhegemoni secara ekonomi dan politik dari Jerman, dengan Jerman
berperan sebagai sebuah negara rasis di garis depan dalam seluruh
kontinen yang berubah menjadi sebuah ‘police-state’. Polisi dan militer
dikirim untuk melawan mereka-mereka yang berusaha memutuskan mata rantai
dari lingkaran kemiskinan, perang dan penindasan. Masyarakat penuh
dengan penjara. Polisi dan petugas keamanan memaksa para gelandangan
keluar dari area perbelanjaan para konsumen, tidak ketinggalan juga
memaksa keluar mereka para generasi muda yang marah pada kondisi
konsumtif dan kelas borjuis. Pengenalan kembali dengan berbagai
fasilitas yang mengarah kepaa sifat konsumtif segera berubah menjadi
penjara bagi anak-anak. Usaha untuk mengontrol jumlah populasi dan
pengungsi dalam waktu dekat akan dilakukan dengan kartu-kartu sosial dan
dikomputerisasi, akan segera diberlakukan. Polisi dipersenjatai untuk
melawan gerakan-gerakan penentangan hingga batas akhir. Pengeluaran,
represifitas dan pemindahan. Walaupun kesempurnaan manusia yang berarti
juga merupakan rekayasa genetik tidak lagi merupakan sesuatu yang tak
mungkin. Pengeluaran dan represifitas melalui hilangnya rasa sosial
dalam masyarakat akan terjadi baik disini maupun dimanapun juga. Rasisme
yang berasal dari bawah mengancam kehidupan jutaan massa, dimana Jerman
yang telah mendapat reputasi rasis dalam sejarah akan berkelanjutan
membawa masyarakat dengan sikap rasisme ini. Pengeluaran orang-orang
yang ditunjuk dari kalangan atas dan agresi melawan mereka dari kalangan
bawah adalah ekspresi kebrutalan masyarakat yang terus berkembang dari
hari ke hari. Hanya mereka yang tidak berkontradiksi dengan efisiensi
dari sistem ekonomi yang merasa diuntungkan dimana segala sesuatu akan
dapat digunakan sebagai modal, dapat dikapitalkan dan dijadikan
komoditi. Apapun yang berada diluar kepentingan para pemodal tidak akan
diberi lahan untuk dapat hidup dan berkembang. Mereka-mereka yang tidak
dapat hidup disini dan tak mempunyai lagi keinginan untuk hal tersebut
–dan mereka yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya setiap hari–
berbicara tentang kekosongan sistem yang ada saat ini dan mengenai
betapa kerasnya kehidupan di masyarakat.
Dipasarkannya masyarakat
dan kekerasan di rumah-rumah dan di jalanan, adalah merupakan kekerasan
yang sistematis, kebekuan sosial diantara sesama masyarakat, kekerasan
terhadap perempuan –semuanya adalah ekspresi dari kondisi yang
patriarkis dan rasis. RAF selalu berdiri dalam kontradiksi bagi
mentalitas terbesar dari segmen masyarakat saat ini. Hal itu adalah
merupakan hal yang terpenting dalam proses menuju pembebasan, karena
bukan hanya kondisi yang bersifat reaksioner, tetapi karakter
orang-orangnyalah yang reaksioner sebagai hasil kondisi yang ada, dan
secara berkala hal seperti inilah yang melemahkan
kemungkinan-kemungkinan menuju pembebasan.
Tak disangsikan lagi,
ini semua mengenai eksistensi untuk melawan dan berjuang melawan rasisme
dan segala bentuk penindasan. Garis tegas di masa depan demi pembebasan
harus mulai dibuat dan mencakup juga hal-hal ini, harus ditemukan
sebuah kunci untuk membuka apa-apa yang selama ini tertutup, kesadaran
reaksioner dan dapat membangkitkan hasrat untuk menuju emansipasi dan
pembebasan.
Kenyataan Dunia Saat Ini Membuktikan Bahwa Akan Lebih
Baik Apabila Gelombang Revolusi Global, Dimana RAF Adalah Merupakan
Bagian Dari Hal Tersebut, Dapat Berhasil
Gelombang revolusi
global, dimana RAF juga muncul dari adanya tujuan untuk hal tersebut,
tidak sukses dimasa lampau, yang tapi bukan berarti bahwa destruktifitas
dan ketidak adilan yang semakin mapan hingga saat ini tidak dapat
digulingkan. Fakta bahwa kami masih belum melihat jawaban yang untuk hal
tersebut yang dapat menggantikan dan menutupi kesalahan-kesalahan yang
pernah kami buat. RAF datang dari sebuah gerakan revolusioner dekade
lampau yang belum melihat bagaimana sistem ini akan semakin mapan dengan
caranya sendiri sekarang ini, tetapi setidaknya ditemukan sebuah
ancaman terhadap sistem yang telah ditunjukkan. Kami tahu bahwa sistem
ini akan menyisakan semakin sedikit dan semakin sedikit saja orang-orang
yang berusaha hidup dengan keyakinan dan harga dirinya. Dan kami juga
mengerti bahwa sistem ini mencari akses penuh pada masyarakat sehingga
mereka dapat menguasai seluruh sistem yang berlaku dan mengarahkan
segalanya demi kepentingan pribadi mereka sendiri. Radikalisme kami
berangkat dann berkembang dari kenyataan yang ada. Bagi kami, kami tidak
mengalami kerugian apa-apa dari perjuangan kami melawan sistem ini.
Perjuangan kami –dengan kekerasan– mengalami masa yang penuh dengan
kesulitan, mengalami masa yang berat.
Perang pembebasan memiliki
bayangannya sendiri juga. Menyerang orang-orang yang berfungsi sebagai
abdi negara merupakan kontradiksi bagi pemikiran dan perasaan hampir
seluruh para revolusioner di seluruh dunia –yang bagi mereka merupakan
kontradiksi dengan inti dari gerakan pembebasan itu sendiri. Walaupun
ada saat dimana fase-fase tersebut yang terdapat dalam proses menuju
pembebasan dipandang sebagai sesuatu yang diperlukan, karena masih ada
orang-orang yang berada pada posisi penindas mempertahankan kekuatan
mereka sendiri dan juga mempertahankan kekuatan sesamanya. Para
revolusioner berpendapat bahwa sebuah dunia yang seharusnya adalah
sebuah dunia dimana tak seorangpun berhak menentukan siapa saja yang
berhak hidup ataupun yang tidak. Meskipun demikian, kekerasan kami telah
menmbuat marah beberapa orang dengan cara yang tidak rasional. Teror
yang sesungguhnya adalah sesuatu yang normal dalam sistem ekonomi saat
ini.
RAF Bukanlah Jawaban Untuk Pembebasan — Tetapi Merupakan Salah Satu Aspek Dari Hal Tersebut
Walaupun
banyak pertanyaan yang tetap tak terjawab hingga hari ini, kami yakin
bahwa dari ide-ide pembebasan hingga ke masa depan, benih-benih dari
sebuah tatanan masyarakat yang bebas akan terus muncul dan tumbuh, jika
hal itu benar-benar mencakup berbagai varietas yang dibutuhkan untuk
merubah kondisi-kondisi yang ada saat ini. Sangatlah tidak berguna untuk
membicarakan ‘jalan yang benar’, aspek-aspek diluar kehidupan dimana
segala sesuatu dianggap tidak efisien, hanya demi mencari sebuah subyek
revolusioner. Proyek pembebasan di masa yang akan datang akan ditemukan
melalui berbagai amcam subyek dan varietas dari aspek dan
kemungkinan-kemungkinan yang ada. Kami membutuhkan sebuah proposal baru
dimana individual-individual atau kelompok-kelompok sosial yang terlihat
sangat berbeda dapat menjadi subyeknya, dan bisa bergerak bersama-sama.
Dalam cara ini, proyek pembebasan dimasa depan tidak membawa
konsep-konsep tua yang ditinggalkan oleh Jerman pada tahun 1968, atau
konsep yang digunakan oleh RAF maupun organisasi lainnya. Kenikmatan
untuk membangun sebuah proyek pembebasan yang meliputi segala aspek,
anti-otoritarian, dan dapat menyatukan kita semua tergantung kepada diri
kita saat ini, walaupun dengan sedih kami katakan bahwa hal tersebut
saat ini sangat jarang ditemui. Kami melihat bahwa orang-orang
dimana-mana di seluruh dunia ini yang berjuang demi hal ini, akan
menemukan cara setelah mereka mempelajari banyak cara. Kami menggariskan
harapan dari fakta yang ada, bahwa dimanapun, walaupun itu di sudut
negara yang paling ketat sekalipun –dimana hegemoni kultural dari kaum
fasis mengikat sangat kuat– masih terdapat orang-orang yang telah berani
bergabung bersama melawan rasisme dan neo-nazisme, untuk melindungi
diri mereka sendiri beserta yang lainnya dan juga untuk berjuang.
Sangatlah
penting untuk menemukan kenyataan bahwa kita semua ada di sebuah jalan
buntu dan kita harus menemukan jalan keluar. Maka akan sangat berharga
apabila kita mengabaikan hal-hal yang hanya mengarah kepada tingkatan
teoritikal saja. Keputusan kami untuk mengakhiri sesuatu adalah juga
sebuah ekspresi dari pencarian kami akan jawaban-jawaban yang baru. Kami
tahu bahwa kami bergabung bersama banyak sekali orang di seluruh dunia
ini dalam pencarian yang sama. Akan terjadi banyak diskusi di masa yang
akan datang hingga semua pengalaman akan dibawa bersama dan kami akan
memiliki sebuah gambaran yang realistis dan merefleksikan sejarah.
Kami
ingin menjadi bagian dari tulang sendi gerakan pembebasan. Kami ingin
menjadikan beberapa proses yang telah kami alami dipelajari, dan kami
juga ingin mempelajari proses-proses dari yang lain. Hal ini tidak
menempatkan akan pentingnya vanguard yang akan memimpin perjuangan.
Walaupun konsep sebagai vanguard telah kami hapuskan dari
pengertian-pengertian kami selama perjuangan kami bertahun-tahun, konsep
lama dari RAF ternyata tidak dapat menghapuskan benar-benar hal
tersebut. Hal inilah yang menjadi alasan lain mengapa kami harus
memotong konsep ini dari diri kami sendiri.
Gerilya Di Metropolis
Telah Membawa Perang Kembali Kedalam Perut Sang Monster, Kepada
Negara-Negara Imperialis Yang Membiayai Perang Mereka Diluar Pusat
Kekuatan Mereka Sendiri
Mengabaikan segala sesuatu dimana kami
dapat melakukannya dengan lebih baik, sangatlah benar secara fundamental
untuk melawan kondisi-kondisi di Jerman Barat dan mencari cara yang
lebih baik dalam gerakan perlawanan sebagai tindak kelanjutan perlawanan
dalam sejarah Jerman. Kami ingin untuk membuka kesempatan yang baik
bagi perjuangan revolusioner di metropolis. RAF mengambil lapangan
sosial untuk perjuangannya dan berusaha mengembangkannya selama lebih
dari dua dekade, sebuah lapangan perjuangan yang secara historis
sangatlah jarang ditemui, dengan kurangnya gerakan-gerakan melawan
fasisme, dan dimana mayoritas populasi masih merasa perlu untuk
memberikan loyalitasnya pada fasisme dan barbarianisme.
Tidak
seperti di negeri-negeri lain, di Jerman, pembebasan dari fasisme telah
berdatangan dari luar negeri. Tidak ada penentuan sendiri cara
melepaskan diri dari fasisme ‘dari bawah’ di negeri ini sendiri. Sangat
sedikit sekali orang-orang di negeri ini yang menolak fasisme, terlalu
sedikit dibandingkan dengan perkembangan manusianya. Mereka yang
berjuang dengan perlawanan dari kaum yahudi, perlawanan dari kaum
komunis –dan dalam apapun bentuk perlawanan anti-fasisme– ditemukan
berjuang disini. Dan mereka akan selalu dapat dibenarkan. Mereka adalah
secercah cahaya dalam sejarah negeri ini yang sejak tahun 1933, fasisme
mulai membunuh segala aspek sosial masyarakat negeri ini.
Dalam
kontrasnya bagi rakyat banyak, trend yang berlaku dalam masyarakat
selalu secara kurang lebih menerima apa yang dikatakan oleh mereka yang
ada di tampuk kekuasaan; penguasa memutuskan apa yang harus
dilegitimasi. Dalam kehancuran nilai sosial dari masyarakat ini, dimana
sebuah pra-kondisi telah dimulai oleh pembantaian yang dilakukan oleh
kaum Nazi, tidak ada bedanya dengan berbagai momen esensial yang terjadi
hingga hari ini. RAF menghancurkan tradisi Jerman setelah fasisme Nazi
dan menolak untuk menerima hal tersebut dilegitimasikan. RAF muncul
sebagai sebuah kebangkitan melawan hal tersebut. Hal tersebut dilakukan
tidak hanya menolak kelanjutan sebagai gerakan nasional dan sosial, tapi
lebih diutamakan sebagai perjuangan internasionalis dalam tempat negasi
ini, sebuah perjuangan dimana praksisnya menolak kondisi penguasa di
negara Jerman dan menyerang struktur militer yang beraliansi dengan
NATO. Di seluruh dunia, aliansi ini, yang merupakan struktur hirarkis
dari Amerika Serikat, adalah kekuatan yang menggerakkan tanpa pernah ada
pertanyaan tentang siapakah sebenarnya yang memimpin, yang kemudian
hanya bertujuan untuk memerangi pemberontakan-pemberontakan dan
gerakan-gerakan pembebasan dengan cara yang militeristik atau perang.
Gerilya
yang dilakukan di metropolis membawa perang –dimana para imperialis
membiayai perang dan membawanya keluar dari titik pusat sentral
kekuasaannya– kembali kedalam perut sang monster. Kami menjawab kondisi
kekerasan dengan revolusi yang menggunakan kekerasan juga. Tidaklah
mungkin bagi kami untuk melihat kembali kepada cara-cara yang lebih
halus dan sempurna dalam sejarah Jerman. Tapi kami berusaha untuk
melakukan sesuatu, dan dengan melakukannya kami melangkahi banyak
hukum-hukum yang diciptakan oleh penguasa dan memasuki dan melewati
batas-batas dari masyarakat borjuis.
RAF tidak mungkin untuk
menyediakan jalan menuju pembebasan. Tapi apa yang telah dikontribusikan
selama lebih dari dua dekade pada faktanya memberikan banyak masukan
dan pemikiran mengenai pembebasan hingga hari ini. Meletakkan sistem
sebagai sesuatu yang perlu dipertanyakan –walaupun masih juga
dilegitimasi– selama masih terdapatnya dominasi dan penindasan diatas
kebebasan, emansipasi dan harga diri bagi semua orang di dunia ini.
Masih
ada sembilan anggota militan dari perjuangan RAF yang masih mendekam di
penjara. Walaupun perjuangan demi pembebasan masih jauh dari titik
akhir, konflik-konflik yang ada telah menajdi bagian dari sejarah. Kami
mendukung segala usaha dan cara untuk membawa mereka para narapidana
konlik tersebut keluar dari penjara.
Saat ini kami ingin
menyampaikan salam dan rasa terima kasih bagi semua yang menawarkan
solidaritas pada kami di jalan kami untuk selama 28 tahun yang lalu,
yang telah mendukung kami dalam berbagai cara, dan bagi yang telah
berjuang bersama kami dengan cara yang mereka dapat lakukan. RAF telah
memutuskan untuk mengkontribusikan segala perjuangannya demi pembebasan.
Intervensi revolusioner di negeri ini dan sejarahnya tidak akan pernah
mendapat tempat jika saja banyak orang yang tidak mau berorganisasi
dalam tubuh RAF sendiri, dan tidak mengambil bagian bagi diri mereka
sendiri pada perjuangan ini. Sebuah jalur yang sama telah tergariskan
dibelakang diri kita semua. Kami berharap bahwa kami akan menemukan diri
kami bersama lagi dalam masa yang tidak diketahui dalam hembusan nafas
pembebasan.
Pemikiran kami ada bersama mereka di seluruh dunia
yang kehilangan hidup mereka dalam perjuangan melawan dominasi dan demi
pembebasan. Tujuan yang mereka gariskan adalah tujuan dari hari ini dan
hari esok –hingga semua hubungan akan berubah dimana seseorang sebagai
obyek rendahan, yang diabaikan akan menjadi sangat dihargai. Sangat
menyedihkan saat banyak dari mereka yang telah memberikan hidupnya,
tetapi kematian mereka sama sekali tidak dihargai. Mereka telah hidup
demi perjuangan dan pembebasan di masa yang akan datang.
Kami
tidak akan pernah melupakan kamerad-kamerad kami yang tergabung dalam
Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) yang kehilangan
hidupnya dalam musim gugur tahun 1977 dalam aksi solidaritas
internasional, yang bertujuan untuk membebaskan para tahanan dan
narapidana politik. Hari ini kami secara spesial ingin memberikan
kenangan pada mereka yang telah memutuskan untuk menyerahkan segalanya
demi perjuangan bersenjata disini dan telah kehilangan hidupnya.
Kenangan kami dan segala respek kami dipersembahkan bagi mereka yang
namanyapun kami tidak tahu, karena kami memang tidak mengenal mereka,
dan juga bagi…
Petra Schelm
Georg von Rauch
Thomas Weissbecker
Holger Meins
Katharina Hammerschmidt
Ulrich Wessel
Siegfried Hausner
Werner Sauber
Brigitte Kuhlmann
Wilfried Bose
Ulrike Meinhof
Jan-Carl Raspe
Gudrun Ensslin
Andreas Baader
Ingrid Schubert
Willi-Peter Stoll
Michael Knoll
Elisabeth van Dyck
Juliane Plambeck
Wolfgang Beer
Sigurd Debus
Johannes Timme
Jurgen Peemoeller
Ina Siepmann
Gerd Albartus
Wolfgang Grams
Revolusi berkata… dulu Aku… sekarang Aku… dan Aku akan muncul kembali…
Red Army Fraction
No comments:
Post a Comment