Kamu tau apa yg dikatakan Einstein ttg waktu? Detik, Jam, Hari, sekedar istilah untuk dikotomi langit terang & langit gelap.
24 jam, 365 hari, itu hanya satuan. Bagian dari sistem kalender yg bukan hanya satu didunia. Mari kita coba untuk lebih akrab sedikit dgn waktu, bukan hanya melihat dari sisi mekanisnya saja, tapi dari sisi yg lebih pribadi. Sebagaimana kata Einstein bahwa waktu itu seperti karet.Elastis. Berdasarkan pembagian waktu mekanis, relatif, dan ilusif.
Otak kita adalah generator bipolar. Setiap input langsung terbagi ke dua jalur.
Jalur pertama, diterima oleh cortex, yg fungsinya menerjemahkan stimulus kedalam siklus atraktor yg terbatas, atau disederhanakan sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yg terkategori, entah itu bau, rasa, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, cortex mengorganisasikan chaos. Sementara jalur kedua, input ditampung oleh semacam generator acak. Input disitu bersifat nonspesifik, tidak terstruktur. Begitu kompleks sehingga tidak ada informasi yg bisa diterjemahkan. Matti Bergstrom, ilmuwan Finlandia yg meneliti masalah ini. Ia mengatakan bahwa generator acak itu bisa kita rasakan waktu kita benar-benar baru bangun tidur. Kosong dan tidak ingat apa-apa, sampai akhirnya cortex kembali membanjiri kita dgn informasi. Mengingatkan namamu siapa, sejarah hidupmu bagaimana,hartamu apa aja, pacarmu yg mana..dll. Kekosongan yg kurang dari sedetik.
Waktu adalah konsep hasil terjemahannya cortex. Otak kita melakukannya dibawah sadar, semacam servis cuma", karena kita tidak sanggup mengerti chaos yg sebenarnya, yaitu kekekalan. Kekekalan adalah chaos, dan cortex menerjemahkannya menjadi masa lalu, masa skrg, dan masa depan. Agar kita tau apa rasanya tumbuh, berkembang dan berevolusi. Mati & hidup tak lebih dari sekedar gerbang pengalaman. Kita memilih mengalami keduanya dari detik pertama kita jadi embrio. Dan yg penting bukan pada kedua ujung itu, tapi proses ditengahnya. Dalam hidup ini, fisik kita pun melalui berbagai suksesi ritme, tubuh yg tumbuh, sel yg terus berganti, dan ritmis suksesi yg sama juga berlaku untuk seluruh penghuni alam raya ini. Waktu adalah catatan penunjang dari suksesi alam.
Ironisnya, konsep waktu dimunculkan manusia dilevel pikirannya. Bukan fisik. Sedangkan sel tidak mengenal konsep waktu. Ia hanya memperbaharui diri, terus menerus, tanpa ada keterkaitan dgn hitungan detik. Manusialah yg mengadakan linearitas waktu. Konsep waktu lahir dari keinginan fundamental manusia untuk punya kendali atas hidup, termasuk mengendalikan dirinya sendiri. Masa lalu, masa sekarang, dan masa depan sesungguhnya hanya satu gerakan tunggal, Kekekalan.
Ada dua aspek dlm memahami realita. Pertama, aspek lokal; yg berkenaan dgn otak sebagai organ yg empiris. Dan aspek global; yakni kesadaran yg mencakup semua pengalaman empiris, termasuk pengalaman memiliki organ otak itu sendiri. Sama halnya dgn otak, tubuh kita dan semua benda lain pun memiliki dua aspek. Ia memiliki elemen" nonlokal yg menjadikannya obyek kuantum, tapi di satu pihak ia juga obyek klasik yg memiliki massa dan penyebaran gelombang kuantumnya cenderung lambat. Kelambatan itu menyebabkan lintasan dari pusat masa obyek jadi sangat tertebak, yg akhirnya menciptakan semacam aura kontinuitas. Inilah yg disebut sebagai konsensus. Kompleksitas dari benda makro membutuhkan regenerasi waktu yg panjang untuk sampai bisa diterjemahkan. Dan inilah yg kemudian membentuk memori.
Sebuah otak memproduksi rata-rata 14.000 pemikiran/hari, 5 juta/tahun, dan 350 juta selama hidupnya. Untuk tetap waras maka mayoritas pemikiran itu hanya berupa pengulangan, atau gema. Dari sudut pandang fisikawan, semesta tak lebih dari sup kuantum yg membombardir indera kita dgn milyaran data setiap menitnya. Jumlah tersebut adalah chaos, dan harus bisa diorganisir kedalam angka yg terkendalikan. Disitulah otak mengambil peran. Dengan tujuh respon dasarnya, otak tidak hanya menjaga kewarasan, tapi juga mampu menyuguhkan seluruh semesta.
1. Respon hidup dan mati, yaitu respon paling dasar, lewat respon ini hidup diproyeksikan sebagai rimba perjuangan, dan tujuanmu satu, bertahan hidup.
2. Respon reaktif, yaitu upaya otak untuk menciptakan identitas. Setelah melewati tahap pertama, maka muncul kebutuhan yg lebih kompleks, yakni ke-aku-an, kepemilikan. Ini jugalah perkenalan pertama kita dgn konsep kekuasaan, aturan, dan hukum.
3. Respon relaksasi, ditengah hiruk pikuk dunia materi, otak yg senantiasa aktif pun menginginkan kedamaian. Ia ingin tenang, dan ia ingin yakin bahwa dunia luar bukanlah segalanya, dan ia mulai berpaling kedalam.
4. Respon intuitif, otak mencari info ke luar dan juga ke dalam. Pengetauan eksternal bersifat obyektif, dan yg internal bersifat intuitif. Pada tahap ini ia mulai bersandar pada apa yg ada di dalam.
5. Respon kreatif, manusia dimampukan untuk mencipta, mengeksplorasi fakta. Kemampuan ini datang pada momen yg penuh keajaiban, yg sering kita sebut inspirasi. Kita berkaca pada Sang Pencipta, dan melalui refleksinya kita mencicipi peran sebagai kreator.
6. Respon visioner, otak memiliki kemampuan kontak langsung dgn kesadaran murni yg sama sekali tidak ditemukan didunia materi. Pada level inilah terjadi apa yg namanya mukjizat atau fenomena" magis.
7. Respon murni, otak kita berawalkan dari satu sel yg tidak memiliki fungsi" otak. Ia berawal dari secercah kehidupan. Tak terkategori. Sekalipun ada sistemasi bilyunan syaraf yg bergantung pada otak, tapi otak sendiri tidak kehilangan akarnya pada kemurnian. Itulah sumber yg sesungguhnya. Sesuatu yg tidak perlu berpikir, namun ada.
Melalui ketujuh respon ini, manusia melihat dunia terbentang untuknya. Dan apa yg ia lihat tergantung dari respon mana yg ia pergunakan. Otak adalah alat yg disediakan bagi kita untuk bermain dgn hidup. Permainannya sendiri... Terserah anda.
Para spiritualis mengatakan, bahwa masa lalu dan masa depan hanyalah distraksi, menarik kita kedalam abstraksi mental yg tidak nyata. Tidak ada yg lebih penting daripada saat ini. Karena itulah momen saat potensi termanifestasi. Hanya pada saat ini kita mampu merasakan masa lalu dan mewujudkan masa depan. Saat ini selalu memperbaharui dirinya tanpa batas. Akan tetapi, begitu kita terjebak dlm linearitas, maka kita selamanya mengambang dipemahaman hidup yg paling dangkal.
Mengutip perkataan Goethe,
"Orang yg tidak dapat mengambil pelajaran dari masa 3000 tahun, hidup tanpa memanfaatkan akalnya."
No comments:
Post a Comment