
Dalam buku yang membahas soal uang adalah "Philosophie des Geldes" (Filsafat Uang) yang ditulis oleh George Simmel, seorang filsuf dan sosiolog berkebangsaan Jerman. Salah satu dalil pokok dari filsafat Simmel ialah bahwa "semua hal harus dianggap saling terhubung atau masing-masing merupakan fungsi dari hal yang lain". (Pandangan ini biasa disebut 'relasionisme', yang kadang dimisinterpretasikan dengan 'relativisme'. Padahal relasionisme hanya menggarisbawahi bahwa semua yang ada saat ini terhubung dengan hal-hal lain, sementara relativisme menggarisbawahi kenisbian atau ketidakmutlakan dari hal-hal yang ada, utamanya kebenaran, etika dan keindahan). Relasionisme Simmel bertolak dari asumsi dasar filosofisnya yang menganggap bahwa realitas atau kenyataan itu pada hakekatnya ialah gerak, perubahan terus menerus, sebuah proses. Akan tetapi hakekat kenyataan sebagai sesuatu yang senantiasa mengalir ini, sebagai 'gelombang' atau 'vibrasi' dari energi menurut novel "Celestine Prophecy" karya James Redfield, hanya dapat ditangkap oleh manusia apabila intelek dan akal budi manusia mengejar pengetahuan adalah demi pengetahuan itu sendiri. Kebanyakan manusia menggunakan intelek atau akal budinya untuk mencari pengetahuan demi alasan-alasan pragmatis atau instrumental ini, realitas tampil sebagai fenomena yang solid, yang telah fix, yang dapat disebut sebagai 'substansi'. Manusia selalu beranggapan bahwa realitas adalah 'apa yang tetap', 'yang tak berubah', yang kelak disebut 'substansi' itu tadi. Seorang filsuf modern, Rene Descartes, misalnya, sangat menggaris bawahi konsep substansi ini sebagai "sesuatu yang untuk menjadi ada, tidak membutuhkan sesuatu yang lain lagi". Konsep ini bertentangan dengan 'relasionisme'. Pergeseran 'substansialisme' ke 'relasionisme' ini juga dapat diamati dalam pergeseran teori fisika: dari Newton ke Einstein, misalnya.
Pandangan dasar ini sangat tampak dalam uraian Simmel tentang masyarakat dan tentang uang. Masyarakat, bagi Simmel, adalah jumlah total interaksi dan saling ketergantungan antar individu, adalah jumlah 'gerak' dan 'aliran'. Namun, kita sudah terbiasa untuk sering menganggap masyarakat itu sebagai sebuah 'organisme', sebagai 'substansi', sebagai 'entitas yang utuh', padahal—padahal itu semua hanya imagined community.
Begitu juga uang. Bagi Simmel, uang bukanlah 'substansi' yang pada dirinya sendiri bernilai dan karenanya dapat ditukarkan dengan apa saja. Tidak. Uang pada hakekatnya ialah relasi, yakni relasi pertukaran, yang diwujudkan secara jasmaniah. Uang, dengan kata lain ialah sebuah simbol dari relasi pertukaran.
Ini sesuai dengan definisi uang menurut John Eatwell, Murray Mullgate dan Peter Newman, bahwa: "Money is a social relation. Like the meaning of a word, or the proper form of a ritual, it exists as a part of a system of behaviour shared by a group of people. Thought it is the joint creation of a whole society, money is external to any particular individual, a reality as unyielding to an individual's will as any natural phenomenon." (The New Palgrave: A Dictionary of Economics).
Dalam setiap masyarakat, orang haruslah berproduksi (memproduksi sesuatu) agar dapat bertahan hidup dan mengembangkan diri. Namun cara berproduksi atau berhubungan dalam produksi itu sebenarnya dapat diorganisir melalui berbagai cara yang berbeda satu sama lain. Salah satu dimensi yang membedakan cara-cara berproduksi ini ialah sejauh mana produk yang dihasilkan itu dikontrol oleh individu-individu pemilik (produsen) yang bertindak berdasarkan kepentingan pribadinya. Dalam sistem produksi komoditi, suatu produk yang dihasilkan ialah 'hak milik' seorang pemilik, yang dapat ditukarkannya dengan produk yang dimiliki orang lain, mula-mula dengan sistem barter, lalu melalui uang komoditi, dan saat ini akhirnya dengan nominalisme.
No comments:
Post a Comment