Thursday, October 25, 2012

Teman ngopi pagi hari ini..


Kawan,
Sudah lebih dari satu dekade ini, setiapkali kita mendengar kata "Terorisme" maka sudah dipastikan pikiran kita akan langsung tertuju pada pergerakan Islam. Atau lebih tepatnya pada sekelompok orang/pemuda yang aktif dalam organisasi da'wah Islam, baik di negara ini maupun internasional. Saya tidak menafikan bahwa organisasi bawah tanah radikal semacam itu memang benar-benar ada di negara ini, akan tetapi nampaknya mayoritas manusia di negeri ini memang seringkali tidak mencerna berbagai arus informasi yang dikabarkan media massa, baik cetak maupun elektronik. Masyarakat kita yang 'katanya' beradab dan berpendidikan ini acapkali terjebak dalam penyeragaman bawah sadar yang dilakukan oleh para musuh-musuh Islam itu sendiri. Dan ironisnya, bangsa yang mayoritas muslim ini tampak lebih homophobic terhadap Islam dibandingkan dengan negara-negara lain yang masyarakatnya mayoritas non-muslim.

Banyak orang yang saya temui sejak beberapa tahun yang lalu selalu bilang bahwa yang berjenggot itu teroris, yang pada dahinya terdapat tanda bekas sujud itu teroris, yang memakai celana panjang diatas mata kaki itu teroris, yang sering ke masjid itu teroris, yang baca buku-buku Islam itu teroris, dan yang yang yang ini-itu adalah teroris. Sampai-sampai saya kemudian bertanya dalam hati, "Sebenarnya orang-orang ini ngerti nggak sih arti kata Teror/Teroris/Terorisme itu?". Hal yang sama juga pernah (dan masih) terjadi di negeri yang 'lagi-lagi katanya sih' demokratis ini. Yaitu sikap homophobic masyarakat terhadap ideologi kiri semacam Komunisme dan Sosialisme, bahkan sampai kepada pemahaman mereka pun masih banyak yang salah kaprah mengenai Anarkisme, Atheisme, dan Agnostik. Atau barangkali mayoritas masyarakat kita ini memang tidak pernah mengerti tentang 'Isme' itu sendiri. Lalu selama ini di sekolah mereka diajarkan apa? Korupsi?!

Apakah mereka tidak menganggap bahwa tindakan premanisme chauvinis yang sering dipakai sebagai jasa penagih hutang itu merupakan salah satu bentuk teror? Apakah mereka tidak menganggap bahwa aksi sewenang-wenang yang dilakukan aparat kepolisian/tentara terhadap rakyat sipil itu merupakan tindakan teror? Atau apakah mereka tidak pernah sadar bahwasanya papan reklame yang memenuhi ruang publik dan jeda iklan komersial di televisi itu merupakan salah satu teror terselubung? Sesungguhnya doktrin iklan komersial di televisi dan papan reklame yang memenuhi ruang publik itu lebih bahaya daripada khotbah ustadz-ustadz yang dicap radikal, bahkan lebih bahaya daripada Manifesto Komunisnya V.I Lenin, Das Kapitalnya Karl Marx, Zarathustranya Friedrich Nietzsche, dan Madilognya Tan Malaka.

Mengutip tulisan Karl May dalam bukunya yang berjudul Dan Damai Di Bumi: "Wabah penyakit telah menghantui masyarakat, yaitu prasangka."

Ya! Karena prasangka itulah masyakarat kita menjadi takut kepada orang-orang berjenggot, bercelana mengatung, berdahi hitam, berbaju gamis dan berjilbab lebar/bercadar. Karena itulah masyakarat kita juga menjadi takut kepada orang-orang yang membaca buku-buku ideologi kiri dan mendiskusikannya, bahkan sampai takut kepada orang-orang yang memilih untuk tidak memilih salah satu keyakinan/agama yang ditawarkan Pemerintah. Lalu, apakah kita harus mendiamkan saja prasangka-prasangka tersebut tumbuh subur hingga mengakar dan pada akhirnya akan menjadi kanker yang menghantui anak-cucu kita nanti? Apakah kita rela membiarkan anak-cucu kita nanti hidup di jaman modern yang mengadopsi kultur primitif?

Mulailah hari ini dengan membebaskan pikiranmu dari hegemoni tersebut, jangan kerdilkan otakmu. Seize The Day!

No comments:

Post a Comment